Maaf baru post lagi :) hehehhe :D
baiklah hari ini, saya mau post cerpen karya saya... semoga bermanfaat :)
Dua
Tahun Sudah
Langit
mendung, awan hitam kelam, matahari bersembunyi
entah dimana, air hujan mulai turun
perlahan tapi pasti, menambah suasana sepi sore itu disekolahku. Ya, hanya aku dan payung lipat pink
yang selalu menemaniku setiap hari dalam
suka maupun duka. Aku berjalan keluar kelas, ku
lihat jalanan sepi, tak ada satu kendaraan pun yang lewat, aku terus berjalan
melawan hujan dengan tak menghiraukan
kesehatanku sendiri. Ku
percepat langkahku, baju putih dan rok biruku mulai
basah oleh air hujan, kerudung putih dengan
bros bunga rose ku pun tak luput terkena air hujan. Udara semakin dingin, hujan
turun semakin deras seakan tak mempedulikan aku yang tengah berusaha untuk
segera sampai kerumah, air mulai naik ke atas, selokan yang dibuat pemerintah pun tak mampu menahan air hujan
yang turun, sungai-sungai yang ada pun tak bisa menampung debit air karena penuh dengan sampah rumah tangga akhirnya jalanan
pun penuh dengan genangan air. Akhirnya aku pun
menyerah dan berteduh di suatu pos ronda kecil yang kurang terawat. Ku dudukkan
badanku yang kedinginan diatas
kursi coklat yang sudah hampir rusak termakan usia disana, ku lipat payung pink
kesayanganku dan ku simpan tas ku di atas meja kotak kecil yang sedikit berdebu.
Ditengah hujan deras, ku
lihat banyak anak – anak yang bermain, mereka
bermain seakan hujan tak turun, mereka tertawa seakan tak ada beban dalam
hidupnya. Hujan tak menurunkan semangat
mereka untuk bermain. Aku tersenyum kecil melihat mereka, teringat adik kecilku
dirumah, lucu, manis dan cantik, ingin rasanya hujan segera reda dan pulang ke rumah
bermain bersama adikku. Ku tatap
anak – anak itu dengan senyuman di wajahku.
* * *
Salsa begitulah orang memanggilku,
aku gadis yang tak terlalu mementingkan penampilanku, aku tidak terlalu feminim
dan tidak terlalu tomboy, tapi yang jelas aku tidak terlalu dekat dengan
anak-anak. Aku tidak terlalu pandai mendapatakan hati anak-anak terutama
bayi. Aku anak sulung dengan dua orang
adik. Aku orang yang tak suka basa basi dan aku di juluki si ratu cuek.
Aku rasa, itu semua biasa-biasa saja, itu hakku. Mau
cuek ataupun care terserah aku, asal
ibadah gak ketinggalan. Aku heran kenapa semua orang seperti tak suka denganku,
apa karena aku cuek? Blak-blak’an? buktinya Nisa menerima aku apa adanya. Ya,
hanya dia yang aku anggap teman dan mungkin dia temanku satu-satunya di
sekolah. Sampai suatu saat aku berubah. Aku bukan lagi Salsa yang dulu tapi,
aku Salsa yang baru. Itu semua karena adikku, ya adikku.
* * *
“Adik baru ? ” Tanyaku pada Ibu.
“Iya” jawab Ibu yang tengah duduk di kursi depan itu dengan senyuman. Ada rasa
bahagia dan sedikit kecewa di hatiku, “Adik baru? Satu saja sudah pusing,
apalagi dua?” gumamku dalam hati. “Astaghfirulloh” ucapku spontan.”Apa yang
telah aku pikirkan? Ya Alloh Ya Ghafar ampuni hambamu ini.” Sesalku.
“Allohu
Akbar Allohu Akbar.......” suara adzan ashar memanggilku untuk segera menunaikan
kewajibanku. Segera ku ambil air wudhu, ku
pakai mukena putih dengan renda ungu hadiah ulang tahun dari Bapa dan Ibuku. Dalam setiap takbir yang ku
ucapkan, aku selalu berharap agar Alloh memberikan semua yang terbaik untuk aku
dan keluargaku, dalam setiap bacaan sholat yang keluar dari mulutku, aku selalu
berharap agar Alloh selalu membimbingku dan keluargaku untuk selalu berada dijalan yang
benar dan dalam setiap sujud dalam sholatku, aku selalu berdo’a agar Alloh
mengampuni dosa-dosa ku dan keluargaku.
Kucurahkan
semua keluh kesah yang kurasa dalam hati pada Alloh Rabb-ku, dan akhirnya aku sadar bahwa anak
adalah titipan Alloh yang harus dijaga dengan baik, dan Alloh menitipkanya pada
keluargaku. Aku mengerti, Alloh percaya pada keluargaku dan Alloh percaya padaku
untuk jadi kakaknya, itulah yang aku yakini sekarang. Perlahan aku mulai
menerima semuanya, meskipun ada setitik lubang dihati yang agak sulit untuk di
tambal, tapi aku yakin Alloh menyimpan sesuatu yang baik dibalik semua itu, dan
aku ingat perkataan seorang sahabat Rosululloh, ia berkata “Bisa jadi apa yang
engkau tidak suka itu lebih baik untukmu dari pada apa yang engkau sukai itu”. Akan selalu ku ingat perkataan itu dalam memoriku dan
insyaAlloh tak akan terhapus, semoga saja.
9 bulan berlalu dengan begitu cepat,
aku terus berusaha melupakan perasaanku yang duIu, Nisa pun sering ku mintai
nasihat, ia banyak membantuku dalam masalah ini, ia memberiku kata motivasi
agar aku bisa menerima semuanya dan akhirnya setitik lubang itu sudah mulai ku tambal.
Ibu sebentar lagi melahirkan. Tak sabar rasanya.
Malam itu, aku dan adikku membantu Bapa yang tengah menyiapkan
apa yang diperlukan Ibu untuk persalinan, malam semakin larut, bintang – bintang semakin
terang, bulan semakin indah dengan bentuknya yang hampir sempurna menemani
keluargaku tidur.
* * *
“Salsa” suara
Bapa membangunkanku. Perlahan tapi pasti aku bangun dari tempat tidurku, Nenek
dan Bibi sudah dirumah, entah kapan mereka sampai dirumahku. “Ibu mau melahirkan” tambah Bapa. Aku
terkejut tapi senang, dengan sigap ku bantu Bapa membawa tas yang berisikan
kebutuhan persalinan. Nenek dan Bibi ikut membantu, untungnya rumahku
berdekatan dengan Bidan jadi tak telalu repot namun tetap saja kami khawatir. Aku
tak ikut ke tempat Bidan karena adikku yang pertama masih tidur, sengaja aku
tak membangunkannya karena ia masih kecil dan jam dirumah kucing dirumahku menunjukkan pukul 2 pagi. Tak lama
Bibi datang menemani ku dirumah. Detik berganti menit, menit berganti jam,
namun belum ada kabar tentang Ibu.
Ditengah dinginnya udara kala itu aku dan Bibi Sholat
malam bersama, dengan penuh khidmat kami curahkan semua keluh kesah yang ada di
hati kami, dan kami memohon keselamatan Ibu dan Adikku. Tak terasa Subuh pun
berkumandang, memanggilku untuk segera beribadah kepada Alloh, ku bangunkan
adikku. “De, Bangun… Subuh” ucapku
pelan. Adikku menggeliat kecil, ia pun bangun dari tempat tidur dan segera
mengambil air wudhu. Aku, Adikku dan Bibi sholat subuh berjama’ah. Selepasnya
kami beribadah kepada Alloh, kami memutuskan untuk pergi ke bidan dan melihat
Ibu.
Alhamdulillah, setelah lama menunggu, tepat pada jam 5
lebih 30 menit adikku akhirnya lahir kedunia, aku melihat semuanya, melihat
semua pengorbanan Ibu, semua usaha Ibu untuk melahirkan seorang anak. Disana
aku menjadi saksi bagaimana pengorbanan seorang Ibu, bagaimana usahanya,
bagaimana letihnya. Tapi tak sedikitpun kulihat rasa sesal dan letih diwajah
Ibu, hanya senyuman manis yang kulihat dari wajahnya yang cantik. Tak kurasa
air mataku menetes melihatnya. Ingin rasanya kupeluk Ibu yang tengah berbaring
di ranjang, dan meminta maaf atas semua perbuatanku, entah itu kenakalanku,
kemalasanku, ketidak berbaktianku, semua kesalahanku. Saat itu aku sadar begitu
besar cinta kasih seorang Ibu untuk anaknya. Bahkan sampai aku mati pun tak
bisa ku balas semua jasa, cinta kasih yang telah Ibu berikan untukku.
“Ya Alloh Ya Rohmaan Ya Rohiim, terima kasih atas
segala nikmat yang kau berikan, terima kasih atas semua kasih sayang-Mu” ucapku
dalam hati. Di kamar persalinan melati itu aku sangat terharu, aku bangga
menjadi putri dari Ibu yang sangat hebat di dunia ini. Dan saat itu juga luka
di hati ini tertutup. Entah mengapa luka itu hilang begitu saja, tanpa bekas
dan tanpa rasa sakit. Aku tak mengerti.
* * *
Satu setengah tahun berlalu, adikku
tumbuh semakin besar, ia mulai bisa berjalan, dan mulai bisa berbicara. Dalam
jangka waktu itu, aku semakin berubah, yang tadinya agak feminim dan agak tomboy,
entah kenapa aku jadi feminim betul. ya aku jadi sering pakai rok, kemana –
mana pasti pakai rok, terkecuali saat bagian pelajaran olah raga hehehe, tapi
perubahan yang sangat signifikan yang terjadi padaku adalah, aku jadi begitu
dekat dengan anak-anak. Entahlah apa penyebab sebenarnya dan entahlah apa kata
orang, tapi mungkin ini memang naluri seorang kakak, aku jadi penyayang dan ini
berjalan begitu saja. Melihat aku berubah, Nisa sangat senang, sahabatku ini
juga sangat dekat dengan adikku yang kecil.
* * *
Kala itu musim hujan, penyakit menyebar dengan
mudahnya, awalnya hanya aku yang sakit tapi… akar penyakit itu merambat ke
semua keluargaku, sampai yang terakhir sikecil adikku. Ditengah malam yang
dingin, suhu badan adik kecilku sangat tinggi, kami sekeluarga sangat cemas,
hingga dinginnya udara malam kala itu tak terasa dingin. Ku coba tahan mata ini
agar tak menutup, ku coba lawan rasa kantuk ini, ku lihat adikku yang pertama
sudah tertidur pulas di ranjangnya, akhirnya aku kalah dalam pertempuran
melawan rasa kantuk, mataku sudah tak bisa ku tahan lagi dan aku pun tertidur.
* * *
Ku dengar suara tangis yang begitu
lirih, aku terbangun dari tidurku dan kulihat Ibu sedang menangis Bapa berusaha
menenangkan Ibu dan seperti sedang mencari sebuah jalan keluar. Ku bangunkan
badan ini, ku lihat penyebab semua kejadian itu.. dan Astaghfirulloh…. Adik
kecil ku kejang-kejang, bola matanya yang indah itu sekarang menyiratkan
kesakitan, tangan dan kakinya yang mungil itu bergetar, bibirnya yang manis itu
menggigit tangan Ibu, keadaannya parah. “Ya
Alloh kenapa? Kenapa kau buat adikku yang manis dan lucu itu merasakan derita
yang berat?” keluhku dalam hati. Kulihat ibu menangis pilu, ia terus
berdo’a untuk keselamatan anaknya. Dan ternyata semua itu menyebabkan adikku
yang pertama bangun, ia pun ikut menangis. Ku coba tegarkan hati ini, ku coba
kuatkan badan ini, namun aku tak bisa menahan air mataku untuk tidak keluar,
air mata ini terus memaksa untuk keluar.
Kala itu jam 3 pagi, malam begitu pekat dengan hujan
deras yang menemaninya, ku coba beranikan diri ini keluar dan meminta bantuan
kepada bidan yang tak jauh dari rumahku, ku lawan malam yang pekat ini dengan
udara dingin dan hujan deras yang menemaninya. Begitu cemasnya aku hingga
sandal pun tak kupakai dan payung pun tak ku bawa. Hujan saat itu sangat deras.
“Bu Bidan!!” teriakku keras
“Bu Bidan!! Assalamu’alaikum!! Bu Adikku… Adikku…”
Tak kuasa ku menahan sedih yang ada dalam diriku dan
tak bisa kulanjutkan kata-kataku, kudengar tak ada jawaban dari rumah hijau
yang besar itu, aku terus berteriak, hingga suara derasnya hujan pun kalah oleh
suara teriakanku, akhirnya ada jawaban dari rumah hijau itu, tak lama Bidan itu
keluar dengan seperangkat alat kedoktean yang aku pun tak tahu kegunaanya, kami
berlari agar segera sampai ke kerumah, Bidan itu masuk dan segera mengobati
adikku, aku masuk rumah dengan keadaan basah kuyup, seluruh tubuhku basah,
dingin rasanya.. tapi kedinginan itu kalah dengan rasa kecemasan yang ada di
hatiku. Aku terus berdo’a kepada Alloh Robb-ku agar adikku sembuh, akhirnya tak
lama kejang-kejang adikku berhenti. Saat itu kecemasan itu runtuh, ya runtuh
seketika. Bu Bidan memberikan surat rujukan agar adikku dirawat dirumah sakit.
Bapa dan Ibu pun menyetujuinya. Aku langsung mengganti pakaian ku. Saat itu kami
tak bisa tidur lagi.. kami semua bergadang bersama. Bercanda bersama, ya Bapa
mencoba membuat kami ceria agar kecemasan kami hilang.
Paginya, kami bersiap-siap untuk membawa adikku ke
rumah sakit, aku membantu menyiapkan barang-barang yang mungkin diperlukan.
Waktu menunjukkan jam 8 tepat, kami semua sudah siap. Tapi, saat aku memasuki
mobil, adik kecilku kejang-kejang lagi. Ibu yang menggendongnya langsung panik,
aku langsung pergi memanggil bu bidan. Dengan sigap Bu Bidan menangani adikku
dan Alhamdulillah adikku berhenti kejang. Saat itu, kecemasan mulai muncul
kembali di hatiku, aku sangat takut kehilangan adikku, aku takut, dunia ini
akan gelap tanpa adikku, baru saat itu aku merasakan rasa takut kehilangan seseorang.
Aku menangis dalam diam, air mata ini kutahan, agar Ibu tak semakin cemas. Kami
pun segera pergi kerumah sakit. Di perjalanan aku tak henti-hentinya menyebut
asma Alloh Robb-ku dan memohon kepadanya agar adikku sembuh dan sehat seperti
semula. Hanya itu yang aku minta saat itu.
Alhamdulillah, akhirnya aku sampai di rumah sakit.
Adikku langsung diperiksa dan aku menunggu di luar. Aku menghubungi Bibi dan
Nenekku, ku beritahu semuanya dan Mereka pun akan segera menyusul ke rumah
sakit, tak lupa ku beri tahu Nisa, tapi anehnya tak terdengar rasa khawatir
pada suaranya yang lembut itu, malah dia mencoba menyemangatiku dan coba
membuatku tegar, ya Nisa memberikan ku kata motivasi semangat tiada henti,
mungkin ia tahu rasa khawatir dan takutku saat itu. Dengan kata motivasinya,
aku pun mulai agak tenang.
1 minggu sudah adikku dirawat
dirumah sakit. Dan ia sudah bisa pulang kerumah. Aku tak akan melihanya memakai
jarum infusan itu di kakinya yang mungil dan aku akan melihat kembali
semnyumnya yang manis tanpa ada rasa sakit. Hari itu, aku sangat senang tak
pernah aku merasa sesenang ini. Sejak adikku dirawat di rumah sakit, aku
menjadi Salsa yang baru.
* * *
“Salsa
!!” suara itu membuyarkan semua lamunanku, ku cari sumber suara itu dan
ternyata itu Nisa dengan sepeda motornya. “Salsa,
ayo naik.. biar aku antar pulang” Tawar Nisa. “Udah sore nih” tambahnya. Tanpa basa basi aku langsung menerima
tawaran Nisa, dia memang sahabatku yang pengertian, aku langsung naik ke sepeda
motornya Nisa. Nisa melajukan motornya sedikit kencang.. ya hujan mulai reda,
akhirnya kami sampai dirumahku,ku ajak Nisa masuk tapi ia menola, ia langsung
melajukan sepeda motornya kembali. Aku masuk kerumah, dan adik kecilku
menyambutku dengan riang, aku tersenyum dalam hati. “Ya Allloh mengapa aku pernah tak menginginkan ia hadir di keluargaku?
Mengapa?”sesalku dalam hati.
Kini, 2 tahun sudah adik keciku
hidup di dunia, dan 2 tahun sudah aku menjadi Salsa yang baru, menjadi Salsa
yang feminim, care dan dekat dengan anak-anak. Entah apa penyebab sebenarnya,
aku pun tak mengerti, semua berjalan begitu saja, mengalir seperti air, tapi
yang jelas aku bukan lagi Salsa yang dulu, sekarang aku Salsa yang baru yang
InsyaAlloh lebih baik. Aku bangga dengan diriku yang sekarang dan aku senang
dengan kehidupan ku sekarang aku mensyukuri semuanya.
tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar